nuurislami.blogspot.com Tahukah anda bahwa sekarang ini ada banyak sekali orang yang sudah berada dalam kerugian yang amat besar namun mereka tidak menyadarinya. Kerugian yang timbul akibat sikap malas, lalai, mengikuti hawa nafsu, melampaui batas, keras hati dan tersesat ini membuat mereka celaka di hari akhir kelak. Kecelakaan yang tidak bisa ditolelir lagi dan membuat pelakuknya menerima siksa neraka yang amat pedih. Apa sajakah yang termasuk penyebab timbulnya kerugian ini.
Maka dari itu simak penjelasan berikut ini dijabarkan agar kita tidak dimasukkan dalam golongan orang yang rugi bahkan bangkrut dihari akhir kelak.
Secara harfiyah, Al-Qur’an menggunakan kata khusr untuk menyebut kerugian, khusr itu sendiri artinya berkurang, rugi, sesat, celaka, lemah, tipuan, dll, semuanya dengan makna negatif. Jika dalam istilah perdagangan, rugi bisa diartikan bangrut atau mengalami kekurangan modal sehingga usahanya gulung tikar. Yang menjadi persoalan kita kemudian adalah, apa saja faktor-faktor yang membuat manusia menjadi rugi seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, inilah sesuatu yang amat penting untuk kita telaah.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.' (QS: 103:1-3)
Dalam proses penciptaannya, manusia seharusnya sadar bahwa dalam dirinya allah sudah menganugerahkan kemampuan lebih yang tidak dimiliki mahluk lainnya; melihat dengan mata hati, mendengar dan memahami dengan baik kedalaman ilmu. Karena ketiga unsure ini adalah salah satu sifat terpuji dan terbaik dari dzat allah yang dikaruniakan kepada manusia dalam bentuk ruh yang halus yang ditiupkan ke dalam jasad manusia. Ini yang menjadikan manusia berbeda dari mahluk lainnya. Ketiga indera ini yang membuat derajat manusia lebih tinggi dibanding bangsa jin/iblis, bangsa malaikat dan bangsa lainnya. Derajat manusia ditentukan kemampuan sejauh mana manusia pandai mengoptimalkan ketiga indera ini, sejauh mana manusia sudah mengamalkan dan menjadikannya sebagai sarana untuk memuliakan jiwa, mensucikan hati dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri. Karena masing-masing indera ini memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan bertujuan pada satu tujuan mulia.
QS. As Sajadah (32) : 9 “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya Ruh- Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur” “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi ) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf:179)
Sebelum lebih jauh, perlu kita ketahui juga bahwa sesungguhnya allah telah menganugerahkan ruh-Nya yang suci itu kepada manusia agar kita dapat senantiasa beribadah kepadanya. Sama halnya dengan hakikat penciptaan mahluk lain di alam semesta ini, berikut firman-Nya:
“Dan tidak aku menciptakan manusia selain untuk beribadah kepada-KU.
Tapi disamping untuk tujuan beribadah, masih ada tujuan lain yang jauh lebih besar daripada itu. Adapun allah mensematkan ruh yang suci kedalam diri setiap manusia adalah dalam rangka untuk menyelamatkannya dari siksa api neraka. Dengan cara apa allah ingin menyelamatkan manusia dari semua azabnya yang pedih di hari akhir kelak. Hati ruhaniah adalah tempat bersemayamnya iman, tempat datangnya hidayah, tempat masuknya hikmah. Sementara ketajaman mata hati dan pendengaran adalah sarana yang allah siapkan bagi manusia agar manusia dapat banyak belajar tentang alam sementa, mengetahui hakikat kebenaran dan lebih mengenal diri, penciptanya dan seluruh hasil ciptaan Allah. Jika ia sudah mengetahui semua hakikat kemanusiaa dan ketuhanannya, maka bertebaranlah kita semua di muka bumi ini untuk menyebarkan kebenaran, saling tolong menolong dan saling nasehat-menasehati. Agar makin banyak lagi orang yang sudah terlanjur sesat bisa diselamatkan ke jalan yang lurus. Agar kita bisa menularkan hakikat kebenaran kepada saudara-saudara kita yang kurang pemahamannya tentang ilmu agama. Disinilah allah akan melihat kualitas derajat manusia yang sebenarnya.
Disamping juga sebagai sarana agar kita bisa mengenal siapa yang menciptakan kita dan hasil dari pemahaman itu adalah untuk membuat kita berubah menjadi mahluk-Nya yang mulia di sisi-Nya. Diakhir hayat kelak di alam barzah, maka ruh yang pernah bersemayang dalam diri kita akan dikembalikan lagi ke pangkuan-Nya dalam keadaan bersih dan suci, sementara tubuh kita sudah hancur dimakan ulat dalam tanah, dan tinggal lah jiwa kita yang akan menjadi saksi, menyangkal atau mengiyakan semua perbuatan kita ketika di dunia. Jiwa ini yang akan menanggung semua hasil perbuatan kita. Karena sebagaimana sudah diketahui bahwa diawal penciptaannya, jiwa sudah bersedia menjadi saksi kelak, dibekali pemahaman tentang hakikat penciptanya, sudah diberi pemahaman tentang nilai kebaikan dan keburukan serta di berikan kebebasan menentukan pilihan. Jadi sudah cukup bagi jiwa itu untuk mempertanggung jawabkan semua tindakan atas dirinya.
Dan lihatlah apa yang dilakukan manusia dengan ketiga unsure ini pada kehidupan sehari-harinya, mereka urung memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, sebaliknya mata hanya digunakan untuk melihat materi yang indah-indah, telinga banyak digunakan untuk mendengarkan music dibanding ayat-ayat al quran dan hati dibiarkan mengikuti ambisi hawa nafsu. Mereka urung memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya maka jadilah mereka manusia yang buta, tuli dan sesat. Dan faktanya mereka memang melakukan ketaatan, namun semua itu hanya ditujukan untuk kepentingan diri sendiri dan mendapat penghargaan dari orang lain. Melakukan kebaikan dengan mengharap imbalan, melakukan ibadah agar mendapat pujian dan pengakuan, menimba ilmu agar mendapat gelar, dan seterusnya berbagai niat yang bukan ditujukan untuk memuliakan diri bahkan menjadikan dirinya kufur dihadapan allah. Maka begitulah allah menyebut mereka golongan yang berada dalam kerugian yang amat besar. Kenapa mereka dimasukkan dalam golongan rugi di akhirat kelak? Ini ada kaitannya dengan saat proses penimbangan amal, pada saat penghitungan di timbangan ternyata banyak amalan terbuang sia-sia, padahal ia sudah melaksanakan semua kewajiban sesuai tuntunan. Tetapi ketika di perlihatkan ternyata amalan itu tidak ditujukan untuk mensucikan hatinya, tidak ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah melainkan untuk niat lain.
Jiwa yang menjadi saksi pada saat itupun membenarkan bahwa semua amal ibadahnya dilakukan dalam rangka untuk sekedar menjalankan kewajiban, bukan karena mengharap ridho-Nya, atau ada juga yang niat agar bisa dinaikkan pangkatnya, atau agar diberikan rizki yang banyak, dan agar-agar lain. Sungguh manusia pada saat itu sudah berada dalam kerugian yang besar, karena pada akhirnya semua amal solehnya itu tidak ditimbang sedikitpun melainkan dicaci maki dan dilemparkan begitu saja. Maka bangkrutlah orang itu seketika di depan Allah sebagaimana hadist berikut ini: Kata Abu Hurairah ra.
Bahwa Nabi saw pernah bersabda;”Apakah kalian tahu orang yang bangkrut!” Para sahabat menjawab;”Ya Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan kenikmatan.
” Sabda Nai saw:’ Orang yang bangkrut di kalangan umatku kelak ialah orang yang pada hari kiamat didatangkan amal shalatnya, puasanya dan zakatnya, justru amal itu akan dicaci-caci dan dilemparkan begini…”
Berikut kisah pengadilan akhirat yang terdapat dalam hadits Rasulullah dari Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim, An-Nasa-i, Imam Ahmad dan Baihaqy. Kisah yang sama dalam teks hadits yang berbeda juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Di akhir hadits, Abu Hurairah bahkan membaca firman Allah yang menjadi hikmah pelajaran atas kisah tersebut.
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan,” (QS Hud: ayat 15-16).
Ada tiga orang yang sedang menanti sidang dengan kepercayan diri amat senang. Ketiganya yakin betul akan diputuskan menjadi penghuni surga. Namun pengadilan Allah jauh berbeda dengan pengadilan manusia. Allah Maha Tahu segala hal meski ukurannya seberat dzarrah. Allah pun memiliki sifat Maha adil yang memutuskan setiap perkara tanpa dzalim. Tiga orang yang merasa menjadi calon penghuni surga ini pun terbelalak. Mereka yang terdiri dari orang-orang shalih itu justru berakhir di neraka. Mereka diseret dengan kasar ke dalam api yang membara. Apa gerangan yang terjadi? Rupanya mereka hanyalah shalih di pandangan manusia, namun tak mentauhidkan Allah dalam niat amal mereka.
Orang pertama dipanggil menghadap Allah. Ia merupakan seorang pria yang mati syahid. Si pria mengakui banyaknya nikmat yang diberikan Allah padanya. Allah pun bertanya, “Apa yang telah kau perbuat dengan berbagai nikmat itu?” Mujahid itu menjawab, “Saya telah berperang karena-Mu sehingga saya mati syahid,” ujarnya. Allah ta’ala pun menyangkalnya, “Kau telah berdusta. Kau berperang agar namamu disebut manusia sebagai orang yang pemberani. Dan ternyata kamu telah disebut-sebut demikian,” firmanNya. Mujahid riya itu pun diseret wajahnya dan dilempar ke jahannam.
Orang kedua pun dipanggil. Ia merupakan seorang alim ulama yang mengajarkan Alquran pada manusia. Seperti orang pertama, Allah bertanya hal sama, “Apa yang telah engkau perbuat berbagai nikmat itu?” Sang ulama menjawab, “Saya telah membaca, mempelajari dan mengajarkannya Alquran karena Engkau,” ujarnya. Namun Allah berfirman, “Kamu berdusta. Kau mempelajari ilmu agar disebut sebagai seorang alim dan kau membaca Alquran agar kamu disebut sebagai seorang qari,” Allah, mengadili. Sang alim ulama pun menyusul si mujahid, masuk ke neraka yang apinya menjilat-jilat.
Orang ketiga pun dipanggil. Kali ini ia merupakan seorang yang sangat dermawan. Sang dermawan dianugerahi Allah harta yang melimpah. Allah pun menanyakan tangung jawabnya atas nikmat itu, “Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmatKu” firmanNya. Sang dermawan menjawab, “Saya tidak pernah meninggalkan sedeqah dan infaq di jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau,” jawabnya. Dia pun tak jauh beda dengan dua orang sebelumnya. “Kau berdusta,” firman Allah. “Kau melakukannya karena ingin disebut sebagai seorang dermawan. Dan begitulah yang dikatakan orang-orang tentang dirimu,” firmanNya. Sang dermawan yang riya ini pun diseret dan dilempar ke neraka, bergabung dengan dua temannya yang juga menyimpan sifat riya di hati.
Di mata manusia, ketiganya merupakan seorang yang taat beribadah dan diyakini akan menjadi penduduk surga. Namun hanya Allah yang mengetahui segala isi hati hambaNya. Ketiganya tak pernah mengikhlaskan amalan untuk Allah, melainkan agar diakui manusia. Mereka pun berakhir di neraka dan menjadi penghuni pertama neraka. Nauzubilah minjalik
Maka dari itu simak penjelasan berikut ini dijabarkan agar kita tidak dimasukkan dalam golongan orang yang rugi bahkan bangkrut dihari akhir kelak.
Secara harfiyah, Al-Qur’an menggunakan kata khusr untuk menyebut kerugian, khusr itu sendiri artinya berkurang, rugi, sesat, celaka, lemah, tipuan, dll, semuanya dengan makna negatif. Jika dalam istilah perdagangan, rugi bisa diartikan bangrut atau mengalami kekurangan modal sehingga usahanya gulung tikar. Yang menjadi persoalan kita kemudian adalah, apa saja faktor-faktor yang membuat manusia menjadi rugi seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, inilah sesuatu yang amat penting untuk kita telaah.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.' (QS: 103:1-3)
Dalam proses penciptaannya, manusia seharusnya sadar bahwa dalam dirinya allah sudah menganugerahkan kemampuan lebih yang tidak dimiliki mahluk lainnya; melihat dengan mata hati, mendengar dan memahami dengan baik kedalaman ilmu. Karena ketiga unsure ini adalah salah satu sifat terpuji dan terbaik dari dzat allah yang dikaruniakan kepada manusia dalam bentuk ruh yang halus yang ditiupkan ke dalam jasad manusia. Ini yang menjadikan manusia berbeda dari mahluk lainnya. Ketiga indera ini yang membuat derajat manusia lebih tinggi dibanding bangsa jin/iblis, bangsa malaikat dan bangsa lainnya. Derajat manusia ditentukan kemampuan sejauh mana manusia pandai mengoptimalkan ketiga indera ini, sejauh mana manusia sudah mengamalkan dan menjadikannya sebagai sarana untuk memuliakan jiwa, mensucikan hati dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri. Karena masing-masing indera ini memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan bertujuan pada satu tujuan mulia.
QS. As Sajadah (32) : 9 “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya Ruh- Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur” “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi ) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf:179)
Sebelum lebih jauh, perlu kita ketahui juga bahwa sesungguhnya allah telah menganugerahkan ruh-Nya yang suci itu kepada manusia agar kita dapat senantiasa beribadah kepadanya. Sama halnya dengan hakikat penciptaan mahluk lain di alam semesta ini, berikut firman-Nya:
“Dan tidak aku menciptakan manusia selain untuk beribadah kepada-KU.
Tapi disamping untuk tujuan beribadah, masih ada tujuan lain yang jauh lebih besar daripada itu. Adapun allah mensematkan ruh yang suci kedalam diri setiap manusia adalah dalam rangka untuk menyelamatkannya dari siksa api neraka. Dengan cara apa allah ingin menyelamatkan manusia dari semua azabnya yang pedih di hari akhir kelak. Hati ruhaniah adalah tempat bersemayamnya iman, tempat datangnya hidayah, tempat masuknya hikmah. Sementara ketajaman mata hati dan pendengaran adalah sarana yang allah siapkan bagi manusia agar manusia dapat banyak belajar tentang alam sementa, mengetahui hakikat kebenaran dan lebih mengenal diri, penciptanya dan seluruh hasil ciptaan Allah. Jika ia sudah mengetahui semua hakikat kemanusiaa dan ketuhanannya, maka bertebaranlah kita semua di muka bumi ini untuk menyebarkan kebenaran, saling tolong menolong dan saling nasehat-menasehati. Agar makin banyak lagi orang yang sudah terlanjur sesat bisa diselamatkan ke jalan yang lurus. Agar kita bisa menularkan hakikat kebenaran kepada saudara-saudara kita yang kurang pemahamannya tentang ilmu agama. Disinilah allah akan melihat kualitas derajat manusia yang sebenarnya.
Disamping juga sebagai sarana agar kita bisa mengenal siapa yang menciptakan kita dan hasil dari pemahaman itu adalah untuk membuat kita berubah menjadi mahluk-Nya yang mulia di sisi-Nya. Diakhir hayat kelak di alam barzah, maka ruh yang pernah bersemayang dalam diri kita akan dikembalikan lagi ke pangkuan-Nya dalam keadaan bersih dan suci, sementara tubuh kita sudah hancur dimakan ulat dalam tanah, dan tinggal lah jiwa kita yang akan menjadi saksi, menyangkal atau mengiyakan semua perbuatan kita ketika di dunia. Jiwa ini yang akan menanggung semua hasil perbuatan kita. Karena sebagaimana sudah diketahui bahwa diawal penciptaannya, jiwa sudah bersedia menjadi saksi kelak, dibekali pemahaman tentang hakikat penciptanya, sudah diberi pemahaman tentang nilai kebaikan dan keburukan serta di berikan kebebasan menentukan pilihan. Jadi sudah cukup bagi jiwa itu untuk mempertanggung jawabkan semua tindakan atas dirinya.
Dan lihatlah apa yang dilakukan manusia dengan ketiga unsure ini pada kehidupan sehari-harinya, mereka urung memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, sebaliknya mata hanya digunakan untuk melihat materi yang indah-indah, telinga banyak digunakan untuk mendengarkan music dibanding ayat-ayat al quran dan hati dibiarkan mengikuti ambisi hawa nafsu. Mereka urung memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya maka jadilah mereka manusia yang buta, tuli dan sesat. Dan faktanya mereka memang melakukan ketaatan, namun semua itu hanya ditujukan untuk kepentingan diri sendiri dan mendapat penghargaan dari orang lain. Melakukan kebaikan dengan mengharap imbalan, melakukan ibadah agar mendapat pujian dan pengakuan, menimba ilmu agar mendapat gelar, dan seterusnya berbagai niat yang bukan ditujukan untuk memuliakan diri bahkan menjadikan dirinya kufur dihadapan allah. Maka begitulah allah menyebut mereka golongan yang berada dalam kerugian yang amat besar. Kenapa mereka dimasukkan dalam golongan rugi di akhirat kelak? Ini ada kaitannya dengan saat proses penimbangan amal, pada saat penghitungan di timbangan ternyata banyak amalan terbuang sia-sia, padahal ia sudah melaksanakan semua kewajiban sesuai tuntunan. Tetapi ketika di perlihatkan ternyata amalan itu tidak ditujukan untuk mensucikan hatinya, tidak ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah melainkan untuk niat lain.
Jiwa yang menjadi saksi pada saat itupun membenarkan bahwa semua amal ibadahnya dilakukan dalam rangka untuk sekedar menjalankan kewajiban, bukan karena mengharap ridho-Nya, atau ada juga yang niat agar bisa dinaikkan pangkatnya, atau agar diberikan rizki yang banyak, dan agar-agar lain. Sungguh manusia pada saat itu sudah berada dalam kerugian yang besar, karena pada akhirnya semua amal solehnya itu tidak ditimbang sedikitpun melainkan dicaci maki dan dilemparkan begitu saja. Maka bangkrutlah orang itu seketika di depan Allah sebagaimana hadist berikut ini: Kata Abu Hurairah ra.
Bahwa Nabi saw pernah bersabda;”Apakah kalian tahu orang yang bangkrut!” Para sahabat menjawab;”Ya Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan kenikmatan.
” Sabda Nai saw:’ Orang yang bangkrut di kalangan umatku kelak ialah orang yang pada hari kiamat didatangkan amal shalatnya, puasanya dan zakatnya, justru amal itu akan dicaci-caci dan dilemparkan begini…”
Berikut kisah pengadilan akhirat yang terdapat dalam hadits Rasulullah dari Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim, An-Nasa-i, Imam Ahmad dan Baihaqy. Kisah yang sama dalam teks hadits yang berbeda juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Di akhir hadits, Abu Hurairah bahkan membaca firman Allah yang menjadi hikmah pelajaran atas kisah tersebut.
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan,” (QS Hud: ayat 15-16).
Ada tiga orang yang sedang menanti sidang dengan kepercayan diri amat senang. Ketiganya yakin betul akan diputuskan menjadi penghuni surga. Namun pengadilan Allah jauh berbeda dengan pengadilan manusia. Allah Maha Tahu segala hal meski ukurannya seberat dzarrah. Allah pun memiliki sifat Maha adil yang memutuskan setiap perkara tanpa dzalim. Tiga orang yang merasa menjadi calon penghuni surga ini pun terbelalak. Mereka yang terdiri dari orang-orang shalih itu justru berakhir di neraka. Mereka diseret dengan kasar ke dalam api yang membara. Apa gerangan yang terjadi? Rupanya mereka hanyalah shalih di pandangan manusia, namun tak mentauhidkan Allah dalam niat amal mereka.
Orang pertama dipanggil menghadap Allah. Ia merupakan seorang pria yang mati syahid. Si pria mengakui banyaknya nikmat yang diberikan Allah padanya. Allah pun bertanya, “Apa yang telah kau perbuat dengan berbagai nikmat itu?” Mujahid itu menjawab, “Saya telah berperang karena-Mu sehingga saya mati syahid,” ujarnya. Allah ta’ala pun menyangkalnya, “Kau telah berdusta. Kau berperang agar namamu disebut manusia sebagai orang yang pemberani. Dan ternyata kamu telah disebut-sebut demikian,” firmanNya. Mujahid riya itu pun diseret wajahnya dan dilempar ke jahannam.
Orang kedua pun dipanggil. Ia merupakan seorang alim ulama yang mengajarkan Alquran pada manusia. Seperti orang pertama, Allah bertanya hal sama, “Apa yang telah engkau perbuat berbagai nikmat itu?” Sang ulama menjawab, “Saya telah membaca, mempelajari dan mengajarkannya Alquran karena Engkau,” ujarnya. Namun Allah berfirman, “Kamu berdusta. Kau mempelajari ilmu agar disebut sebagai seorang alim dan kau membaca Alquran agar kamu disebut sebagai seorang qari,” Allah, mengadili. Sang alim ulama pun menyusul si mujahid, masuk ke neraka yang apinya menjilat-jilat.
Orang ketiga pun dipanggil. Kali ini ia merupakan seorang yang sangat dermawan. Sang dermawan dianugerahi Allah harta yang melimpah. Allah pun menanyakan tangung jawabnya atas nikmat itu, “Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmatKu” firmanNya. Sang dermawan menjawab, “Saya tidak pernah meninggalkan sedeqah dan infaq di jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau,” jawabnya. Dia pun tak jauh beda dengan dua orang sebelumnya. “Kau berdusta,” firman Allah. “Kau melakukannya karena ingin disebut sebagai seorang dermawan. Dan begitulah yang dikatakan orang-orang tentang dirimu,” firmanNya. Sang dermawan yang riya ini pun diseret dan dilempar ke neraka, bergabung dengan dua temannya yang juga menyimpan sifat riya di hati.
Di mata manusia, ketiganya merupakan seorang yang taat beribadah dan diyakini akan menjadi penduduk surga. Namun hanya Allah yang mengetahui segala isi hati hambaNya. Ketiganya tak pernah mengikhlaskan amalan untuk Allah, melainkan agar diakui manusia. Mereka pun berakhir di neraka dan menjadi penghuni pertama neraka. Nauzubilah minjalik
0 komentar:
Posting Komentar