nuurislami.blogspot.com Tidak akan hidup hati seorang Muslim, kecuali dipelihara dengan baik oleh sang pemilik. Cara memelihara hati agar terus hidup hingga kita menghadap keharibaan-Nya, tiada lain dengan senantiasa menggunakan akalnya untuk berfikir dan hati untuk berdzikir. Perpaduan dari kedua amalan tersebut akan menjadikan seorang Muslim menjadi insan ulul albab. Yaitu insan yang apabila melihat, mendengar, atau merasa dia berfikir. Pada saat bersamaan, saat ia berdiri, duduk, berbaring, dia terus berdzikir. Inilah manusia yang memahami hakikat kehidupan, sehingga tidak ada fokus utama baginya melainkan berlindung kepada Allah dari panasnya api neraka, karena kelalaian dan kesombongan (QS. 3 : 190, 191).
Orang demikian adalah orang yang hidup hatinya. Hanya ulul albab yang akan bisa melihat dan meyakini sepenuh hati tentang kebesaran Allah. Dan, karena itu ia akan mampu mengendalikan hawa nafsunya. Jadi, hatinya dikuasai dan dikendalikan oleh ilmu (hidayah), bukan ambisi atau pretensi dan obsesi, sehingga kelak ia akan meraih kesempunaan nikmat di dalam surga-Nya.
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS. 79 : 40, 41).
Jadi, untuk menghidupkan hati, setiap Muslim harus membangun tradisi dzikir dan fikir yang berkualitas. Yaitu berdzikir dan berfikir yang setiap saat menjadikan kita semakin siap menjadi Muslim kaffah, semakin bergairah dalam menegakkan kebenaran, semakin percaya diri menjadi seorang Muslim, semakin antusias mempersiapkan kematian, dan semakin rindu bertemu dengan Allah.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. 13 : 28).
Tanpa dzikir dan fikir yang berkualitas, seorang Muslim rawan dalam badai gelombang kehidupan, sehingga goyah keimanan dan keislamannya. Jika hal itu benar terjadi, khawatir hatinya akan mengeras seperti batu dan mendapat kemurkaan Allah.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. 39 : 22).
Orang itu bertanya, apa yang dimaksud dengan dibukakan hati itu? Nabi pun bersabda, “Yaitu kelapangan. Sesungguhnya jika cahaya telah dipancarkan ke dalam hati, maka dada menjadi lapang dan terbuka dari menerima rahmat-Nya”. Jadi, mari kita pelihara hati kita agar tetap hidup dalam naungan cahaya Ilahi. Sungguh, keimanan yang ada sekarang pada kita semua adalah nikmat tiada tara. Maka, janganlah disia-siakan. Perbanyaklah berpikir, bahwa dengan iman dalam hati, sebenarnya Allah telah janjikan surga kepada kita. Tetapi jika tidak, kita bisa salah dan tersesat. Betapa ruginya kita jika sudah diberi nikmat iman kemudian kita tidak syukuri dengan membiasakan dzikir dan fikir.
Sementara, Allah telah memberikan peluang sangat besar bagi kita untuk meraih kebahagiaan dan keuntungan berlipat-lipat diakhirat kelak. Cara berpikir yang seharusnya dilakukan orang yang memiliki akal adalah menobati dosa-dosanya dimasa lampau, menyedikitkan lamunan dan panjang angan-angan, mempercepat tobat, meninggalkan yang dilarang, dan sabar mengekang hawa nafsu. “Apakah kamu tidak berpikir,” demikian sindir Allah di beberapa penghujung ayat-ayat suci Al-Qur’an. Lalu apa saja keuntungan yang didapat bagi orang yang berpikir dan berdzikir?
KEUNTUNGAN BAGI YANG BERDZIKIR
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَ
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan hatinya dengan cara berdzikir, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang yang mengotorinya tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.
KEUNTUNGN BAGI YANG BERFIKIR
“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. 10 : 100).
Suatu hari seorang sahabat Nabi SAW, Miqdad Ibnu Al-Aswad berjumpa dengan Abu Hurairah r. a, lalu beliau mengkhabarkan kepada Miqdad: “ Aku mendengar Rasulullah memberitahu kepadaku, sesiapa yang berfikir satu saat maka itu terlebih baik daripada beribadah setahun” Miqdad berlalu dan berjumpa pula dengan Ibnu Abbas, lalu dikhabarkan kepada Miqdad “ Aku mendengar bahawa Rasulullah SAW memberitahu kepadaku, barang siapa yang berfikir satu saat maka ia terlebih baik daripada beribadat tujuh puluh tahun.”
Miqdad keliru dengan perkhabaran dua sahabat tadi, karena apa yang disampaikan oleh kedua-duanya berbeda. Lantas beliau mengadukan hal ini kepada baginda Nabi SAW. Baginda mengarahkan supaya memanggil Abu Hurairah dan Ibnu Abbas berjumpa dengannya, baginda bertanya kepada Abu Hurairah: “ Bagaimana cara engkau berfikir?” Jawab Abu Hurairah: “ Aku memikirkan tentang tujuh lapis langit dan bumi (mendatangkan rasa keagungan kepada Allah dalam diri)”.
Maka jawab baginda: “ Benar, engkau mendapat berfikir sesaat lebih baik daripada beribadat setahun.” Sabdanya lagi, “ Telah turun al-Quran kepadaku, rugilah bagi mereka yang membaca al-Quran tapi tidak memikirkannya.” Lalu baginda bertanya pula kepadan Ibnu Abbas tentng apa yang difikirkannya. Jawab Ibnu Abbas:
“ Aku memikirkan tentang kematian dan huru-haranya saat itu.” Lalu baginda menjawab: “Benar, berfikir begitu maka engkau mendapat kelebihan sesaat berfikir maka terlebih baik daripada beribadat 70 tahun.” Berdasarkan sirah dan hadis-hadis di atas dapatlah di simpulkan bahawa memikirkan sesat adalah mempunyai dua kebaikan iaitu :
Pertama : Memikirkan penciptaan tujuh lapis langit dan bumi oleh Allah SWT akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama setahun. Kedua : Memikirkan tentang kematain dan seksa kubur dan kehidupan di alam barzakh akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama 70 tahun. Uraiannya : Pertama : Memikirkan sesaat penciptaan tujuh lapis langit dan bumi oleh Allah SWT akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama setahun. Firman Allah SWT maksudnya :
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari seksa neraka'.'' (Ali 'Imran: 190-191).
Suatu malam Rasulullah SAW meminta izin kepada isterinya, Aisyah, untuk solat malam. Dalam solatnya, baginda menangis. Air matanya mengalir deras. Baginda terus beribadah hingga sahabat Bilal mengumandangkan azan Subuh. Baginda masih menangis saat Bilal datang menemuinya. ''Mengapa tuan menangis?'' tanya Bilal. ''Buankah Allah telah mengampuni dosa-dosa tuan baik yang lalu maupun yang akan datang?'' Nabi SAW menjawab, "Bagaimana aku tidak menangis, telah diturunkan kepadaku malam tadi ayat ini,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka'.'' (Ali 'Imran: 190-191).
Selanjutnya Rasullullah bersabda : "Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya" Alam semesta, merunjuk pada dua ayat di atas, ia adalah ayat, yaitu tanda kekuasaan Allah SWT. Sebagai ayat, alam semesta ini harus dibaca dan dipelajari hingga menimbulkan iman dan kekaguman (khasy-yah) yang makin besar kepada al-Khaliq. Nabi pernah memberikan arahan agar manusia tidak memikirkan Zat Allah, tetapi cukup merenungkan alam ciptaan-Nya. Kata baginda, ''Fikirkanlah ciptaan Allah, dan jangan memikirkan Zat Allah.'' Jadi, ayat-ayat Allah itu ada dua maksud.
Pertama, ayat-ayat berupa Kitab Suci (qauliyah). Kedua, ayat-ayat berupa alam semesta sebagai ciptaan Allah (kauniyah).
Menurut ahli falsafah muslim, Ibn Rusyd, alam semesta justru merupakan ayat-ayat Allah yang pertama. Dikatakan demikian, kerana sebelum Allah SWT menurunkan Kitab Taurat, Injil, dan al-Quran, Allah telah menciptakan alam semesta ini. Kerana alam adalah ayat, maka sebagaimana sepotong firman adalah ayat, maka sejengkal alam juga ayat. Sebagai ayat, alam ini selalu bergerak memenuhi tujuan penciptaan. Kerana itu, penelitian terhadap alam diduga kuat dapat mengantar manusia menemukan dan meyakini wujud Allah dan kuasa-Nya. Sebagai ayat, alam ini juga mengandung hukum-hukum Allah yang dalam istilah al-Quran dinamakan takdir dan sunatullah.
Kedua : Memikirkan tentang kematian dan seksa kubur dan kehidupan di alam barzakh akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama 70 tahun. Siapa pun tidak dapat menduga kapan saat kematian mereka tiba. Karena itu ramai yang masih lalai dan tidak punya bekal 'menanti' saat kematian mereka. Allah berfirman yang bermaksud:
"Setiap yang hidup akan merasai mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cubaan; dan kepada Kamilah kamu akan kembali." (Surah al-Anbiyak ayat 35)
Memikirkan kematian adalah satu cara untuk membersihkan hati yang berkarat yang cinta kepada dunia. Daripada Ibnu Umar r.a berkat, Rasulullah SAW bersabda maksudnya :
"Sesungguhnya hati manusia akan berkarat seperti besi yang dikaratkan oleh air. Apakah cara untuk menjadikan hati bersinar semula. Katanya dengan banyak mengingati mati dan membaca Al-Quran.” (Hadis Riwayat Baihaqi) Saidina Uthman bin Affan pernah mengiringi jenazah ke kubur.
Tiba-tiba apabila sampai ke kubur, dia pingsan dan diusung balik ke rumah pula. Lalu, sahabatnya bertanya apakah yang menyebabkan beliau pingsan. Jawab Uthman, aku teringat yang Rasulullah SAW pernah bersabda “Sesungguhnya kubur itu adalah penginapan yang pertama antara penginapan akhirat, sekiranya seseorang itu terlepas dari siksaannya maka apa yang akan datang kemudiannya adalah lebih mudah lagi. Seandainya seseorang itu tidak terlepas daripada siksaannya, maka yang akan mendatang adalah lebih sukar lagi”. Terdapat lagi satu hadis riwayat Tirmizi yang berbunyi, Rasulullah ada bersabda maksudnya :
"Kubur itu sama dengan satu taman daripada taman-taman syurga atau satu lubang daripada lubang-lubang neraka. (Hadis Riwayat Tirmizi).”
Orang demikian adalah orang yang hidup hatinya. Hanya ulul albab yang akan bisa melihat dan meyakini sepenuh hati tentang kebesaran Allah. Dan, karena itu ia akan mampu mengendalikan hawa nafsunya. Jadi, hatinya dikuasai dan dikendalikan oleh ilmu (hidayah), bukan ambisi atau pretensi dan obsesi, sehingga kelak ia akan meraih kesempunaan nikmat di dalam surga-Nya.
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS. 79 : 40, 41).
Jadi, untuk menghidupkan hati, setiap Muslim harus membangun tradisi dzikir dan fikir yang berkualitas. Yaitu berdzikir dan berfikir yang setiap saat menjadikan kita semakin siap menjadi Muslim kaffah, semakin bergairah dalam menegakkan kebenaran, semakin percaya diri menjadi seorang Muslim, semakin antusias mempersiapkan kematian, dan semakin rindu bertemu dengan Allah.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. 13 : 28).
Tanpa dzikir dan fikir yang berkualitas, seorang Muslim rawan dalam badai gelombang kehidupan, sehingga goyah keimanan dan keislamannya. Jika hal itu benar terjadi, khawatir hatinya akan mengeras seperti batu dan mendapat kemurkaan Allah.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. 39 : 22).
Orang itu bertanya, apa yang dimaksud dengan dibukakan hati itu? Nabi pun bersabda, “Yaitu kelapangan. Sesungguhnya jika cahaya telah dipancarkan ke dalam hati, maka dada menjadi lapang dan terbuka dari menerima rahmat-Nya”. Jadi, mari kita pelihara hati kita agar tetap hidup dalam naungan cahaya Ilahi. Sungguh, keimanan yang ada sekarang pada kita semua adalah nikmat tiada tara. Maka, janganlah disia-siakan. Perbanyaklah berpikir, bahwa dengan iman dalam hati, sebenarnya Allah telah janjikan surga kepada kita. Tetapi jika tidak, kita bisa salah dan tersesat. Betapa ruginya kita jika sudah diberi nikmat iman kemudian kita tidak syukuri dengan membiasakan dzikir dan fikir.
Sementara, Allah telah memberikan peluang sangat besar bagi kita untuk meraih kebahagiaan dan keuntungan berlipat-lipat diakhirat kelak. Cara berpikir yang seharusnya dilakukan orang yang memiliki akal adalah menobati dosa-dosanya dimasa lampau, menyedikitkan lamunan dan panjang angan-angan, mempercepat tobat, meninggalkan yang dilarang, dan sabar mengekang hawa nafsu. “Apakah kamu tidak berpikir,” demikian sindir Allah di beberapa penghujung ayat-ayat suci Al-Qur’an. Lalu apa saja keuntungan yang didapat bagi orang yang berpikir dan berdzikir?
KEUNTUNGAN BAGI YANG BERDZIKIR
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَ
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan hatinya dengan cara berdzikir, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang yang mengotorinya tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.
KEUNTUNGN BAGI YANG BERFIKIR
“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. 10 : 100).
Suatu hari seorang sahabat Nabi SAW, Miqdad Ibnu Al-Aswad berjumpa dengan Abu Hurairah r. a, lalu beliau mengkhabarkan kepada Miqdad: “ Aku mendengar Rasulullah memberitahu kepadaku, sesiapa yang berfikir satu saat maka itu terlebih baik daripada beribadah setahun” Miqdad berlalu dan berjumpa pula dengan Ibnu Abbas, lalu dikhabarkan kepada Miqdad “ Aku mendengar bahawa Rasulullah SAW memberitahu kepadaku, barang siapa yang berfikir satu saat maka ia terlebih baik daripada beribadat tujuh puluh tahun.”
Miqdad keliru dengan perkhabaran dua sahabat tadi, karena apa yang disampaikan oleh kedua-duanya berbeda. Lantas beliau mengadukan hal ini kepada baginda Nabi SAW. Baginda mengarahkan supaya memanggil Abu Hurairah dan Ibnu Abbas berjumpa dengannya, baginda bertanya kepada Abu Hurairah: “ Bagaimana cara engkau berfikir?” Jawab Abu Hurairah: “ Aku memikirkan tentang tujuh lapis langit dan bumi (mendatangkan rasa keagungan kepada Allah dalam diri)”.
Maka jawab baginda: “ Benar, engkau mendapat berfikir sesaat lebih baik daripada beribadat setahun.” Sabdanya lagi, “ Telah turun al-Quran kepadaku, rugilah bagi mereka yang membaca al-Quran tapi tidak memikirkannya.” Lalu baginda bertanya pula kepadan Ibnu Abbas tentng apa yang difikirkannya. Jawab Ibnu Abbas:
“ Aku memikirkan tentang kematian dan huru-haranya saat itu.” Lalu baginda menjawab: “Benar, berfikir begitu maka engkau mendapat kelebihan sesaat berfikir maka terlebih baik daripada beribadat 70 tahun.” Berdasarkan sirah dan hadis-hadis di atas dapatlah di simpulkan bahawa memikirkan sesat adalah mempunyai dua kebaikan iaitu :
Pertama : Memikirkan penciptaan tujuh lapis langit dan bumi oleh Allah SWT akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama setahun. Kedua : Memikirkan tentang kematain dan seksa kubur dan kehidupan di alam barzakh akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama 70 tahun. Uraiannya : Pertama : Memikirkan sesaat penciptaan tujuh lapis langit dan bumi oleh Allah SWT akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama setahun. Firman Allah SWT maksudnya :
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari seksa neraka'.'' (Ali 'Imran: 190-191).
Suatu malam Rasulullah SAW meminta izin kepada isterinya, Aisyah, untuk solat malam. Dalam solatnya, baginda menangis. Air matanya mengalir deras. Baginda terus beribadah hingga sahabat Bilal mengumandangkan azan Subuh. Baginda masih menangis saat Bilal datang menemuinya. ''Mengapa tuan menangis?'' tanya Bilal. ''Buankah Allah telah mengampuni dosa-dosa tuan baik yang lalu maupun yang akan datang?'' Nabi SAW menjawab, "Bagaimana aku tidak menangis, telah diturunkan kepadaku malam tadi ayat ini,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka'.'' (Ali 'Imran: 190-191).
Selanjutnya Rasullullah bersabda : "Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya" Alam semesta, merunjuk pada dua ayat di atas, ia adalah ayat, yaitu tanda kekuasaan Allah SWT. Sebagai ayat, alam semesta ini harus dibaca dan dipelajari hingga menimbulkan iman dan kekaguman (khasy-yah) yang makin besar kepada al-Khaliq. Nabi pernah memberikan arahan agar manusia tidak memikirkan Zat Allah, tetapi cukup merenungkan alam ciptaan-Nya. Kata baginda, ''Fikirkanlah ciptaan Allah, dan jangan memikirkan Zat Allah.'' Jadi, ayat-ayat Allah itu ada dua maksud.
Pertama, ayat-ayat berupa Kitab Suci (qauliyah). Kedua, ayat-ayat berupa alam semesta sebagai ciptaan Allah (kauniyah).
Menurut ahli falsafah muslim, Ibn Rusyd, alam semesta justru merupakan ayat-ayat Allah yang pertama. Dikatakan demikian, kerana sebelum Allah SWT menurunkan Kitab Taurat, Injil, dan al-Quran, Allah telah menciptakan alam semesta ini. Kerana alam adalah ayat, maka sebagaimana sepotong firman adalah ayat, maka sejengkal alam juga ayat. Sebagai ayat, alam ini selalu bergerak memenuhi tujuan penciptaan. Kerana itu, penelitian terhadap alam diduga kuat dapat mengantar manusia menemukan dan meyakini wujud Allah dan kuasa-Nya. Sebagai ayat, alam ini juga mengandung hukum-hukum Allah yang dalam istilah al-Quran dinamakan takdir dan sunatullah.
Kedua : Memikirkan tentang kematian dan seksa kubur dan kehidupan di alam barzakh akan mendapat kebaikan (pahala) seolah-olah beribadah selama 70 tahun. Siapa pun tidak dapat menduga kapan saat kematian mereka tiba. Karena itu ramai yang masih lalai dan tidak punya bekal 'menanti' saat kematian mereka. Allah berfirman yang bermaksud:
"Setiap yang hidup akan merasai mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cubaan; dan kepada Kamilah kamu akan kembali." (Surah al-Anbiyak ayat 35)
Memikirkan kematian adalah satu cara untuk membersihkan hati yang berkarat yang cinta kepada dunia. Daripada Ibnu Umar r.a berkat, Rasulullah SAW bersabda maksudnya :
"Sesungguhnya hati manusia akan berkarat seperti besi yang dikaratkan oleh air. Apakah cara untuk menjadikan hati bersinar semula. Katanya dengan banyak mengingati mati dan membaca Al-Quran.” (Hadis Riwayat Baihaqi) Saidina Uthman bin Affan pernah mengiringi jenazah ke kubur.
Tiba-tiba apabila sampai ke kubur, dia pingsan dan diusung balik ke rumah pula. Lalu, sahabatnya bertanya apakah yang menyebabkan beliau pingsan. Jawab Uthman, aku teringat yang Rasulullah SAW pernah bersabda “Sesungguhnya kubur itu adalah penginapan yang pertama antara penginapan akhirat, sekiranya seseorang itu terlepas dari siksaannya maka apa yang akan datang kemudiannya adalah lebih mudah lagi. Seandainya seseorang itu tidak terlepas daripada siksaannya, maka yang akan mendatang adalah lebih sukar lagi”. Terdapat lagi satu hadis riwayat Tirmizi yang berbunyi, Rasulullah ada bersabda maksudnya :
"Kubur itu sama dengan satu taman daripada taman-taman syurga atau satu lubang daripada lubang-lubang neraka. (Hadis Riwayat Tirmizi).”
0 komentar:
Posting Komentar