Hidup Susah, Jalan Tol Menuju Surga


Hidup mengapa terasa makin berat dijalani, makin banyak masalah datang silih berganti dan banyak masalah hidup yang tidak bisa diselesaikan. Gak ada orang yang mau hidupnya susah dan menderita. Semua mau merasakan hidup tenang, bahagia dan berkecukupan. Masalah umum yang banyak dikeluhkan orang saat ini adalah masalah keuangan, kurangnya materi, terlilit hutang dan sebagainya. Melihat orang disebelah kanan, kok nampaknya enak-enak saja dan tidak ada masalah berarti. Melihat yang di sebelah kiri mengapa nampaknya juga mereka tidak pernah merasakan kesusahan, dan bahkan nampaknya semakin kaya raya dan hidup mewah. Semakin banyak bahan pembanding, maka semakin kita tidak puas dan tersiksa dengan kehidupan pribadi.

Padahal, kalau kata orang yang disebelah kanan dan kirinya belum tentu orang itu menganggap kita ini hidup susah, bisa jadi sebenarnya mereka juga sedang menghadapi masalah berat yang tidak bisa diselesaikan dengan uang yang mereka miliki. Mereka malah berpikir justru kita yang tidak punya masalah hidup, mereka justru menganggap kita adalah orang paling bahagia dan tidak punya persoalan berarti. Ya itulah bentuk sangkaan manusia, karena ternyata limit kesusahan bagi setiap orang adalah tidak sama, tergantung jenis masalah apa yang dihadapi. Jika orang yang berlimpah harta tetapi disisi lain ia juga memiliki hutang segunung, maka persoalannya jadi berbeda. Atau misalnya si kaya ini sedang menghadapi penyakit mematikan yang tidak ada obatnya, dan kalaupun ada harganya selangit. Maka nilai kesusahan itu menjadi seimbang dengan banyaknya uang yang harus dikeluarkan. Maka dari itu, tidak ada gunanya kan kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain.

Semua orang hidup pasti punya masalah, tidak terkecuali. Janganlah menganggap kehidupan sulit yang dialami sebagian kita sekarang ini adalah sebagai alas an bagi kita untuk mengeluh dan membenarkan cara hidup yang di lakukan orang lain. Janganlah menganggap kehidupan orang lain jauh lebih sempurna dari pada kita sendiri, janganlah kita hanya sibuk membicarakan dan memikirkan kesenangan orang lain bahkan kita jadi lupa bersyukur dengan nikmat yang sudah diberikan Allah kepada kita, misalnya nikmat sehat dan nikmat iman. Jangan membuat diri kita kerdil hanya karena kita tidak bisa merasakan kenikmatan yang sama dengan yang didapat orang lain. Itu semua akan menjadi tidak adil bagi diri kita sendiri, karena itu akan bermuara pada sifat kufur nikmat.

Berpikir sederhana saja, bahwa apapun yang dimiliki orang lain dan dilakukan orang lain, itu semua akan kembali kepada sang ilahi. Itu semua adalah atas kehendak allah swt, itu semua akan kembali kepada-Nya. Cukuplah kita sendiri terus memperbaiki diri dan tidak mengotori pikiran kita dengan berbagai kekurangan dan membandingkan dengan kepunyaan orang lain. Semakin usil kita melakukan itu maka akan semakin banyak kekurangan yang kita rasakan dan semakin sakit hati kita jadinya, karena kesibukan kita itu sama sekali tidak akan merubah nasib kita, justru sebaliknya akan makin memperburuk cara berpikir kita kepada allah swt. Sebagaimana firman Allah swt:

Dijadikan indah pada pandangan manusia , merasa kecintaan apa-apa yang dingininya (syahwat) iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertimbun dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatan ternakan dan sawah ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat sebaik-baik kembali.

Ada sebuah paradigma salah di masyarakat bahwa hidup bahagia adalah hidup dengan bergelimang harta. Hidup bahagia adalah kehidupan dengan segala kenikmatan dunia di dalam genggaman. Cara berpikir seperti ini sesungguhnya amatlah salah, karena islam tidak pernah menjabarkan dan memberikan contoh melalui cara hidup para nabi dan rasul serta para sahabat yang senang dengan keindahan dunia dan suka hidup berfoya-foya. Kehidupan para nabi dan rasul adalah contoh nyata yang harus menjadi bahan acuan kita, karena mereka adalah panutan dan junjungan kita yang selalu hidup sederhana dan bersahaja.

Para nabi dan sahabat bukan hanya miskin harta, bahkan mereka yang sudah memiliki banyak harta pun kerap membagi-bagikan hartanya kepada yang membutuhkan. Mereka bahkan banyak membelanjakan hartanya ke jalan allah, bukan untuk bermewah-mewah dan membanggakan diri. Karena islam adalah agama berkah yang tidak pernah memandang kasta seseorang dari jumlah harta yang dimilikinya, bagi mereka kehidupan dunia ini hanyalah sementara dan mereka bahkan takut jika diamanatkan banyaknya harta, karena itu terkait dengan hisab di alam barzah kelak yang akan memakan waktu panjang proses penghitungannya sehingga itu juga yang akan menyulitkan mereka segera masuk surge. Mereka adalah manusia yang paling jauh dari kata kaya raya, hidup mewah, bergelimang harta dan berkuasa. Mereka tidak pernah menganggap keindahan dunia ini adalah tujuan hidupnya, melainkan sebagai persinggahan belaka. Karena sesungguhnya disanalah letaknya surga orang muslim sejati.

Segala hal yang berkaitan dengan kurangnya harta bukanlah hal buruk dan hina di mata allah. Justru itu adalah ladang motivasi utama untuk menggapai surga. Karena semakin seseorang jauh dari keindahan dan kekayaan materi, maka semakin dekatlah ia dengan surge-Nya allah. Allah sudah menjanjikan bahwa manusia tidaklah perlu bersusah hati dengan kekurangan materi di dunia, karena allah amatlah dekat. Yakinlah bahwa Allah amatlah dekat dengan kita, yakinlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita dalam keadaan apapun.

Dalilnya, QS Al Hadid 57:4: Aku beserta hambaku di mana saja dia berada. Oleh itu, janganlah risau dan takut Allah sentiasa bersama kita ke mana sahaja kita pergi. Dalilinya, QS Al Qaf 50:16: Aku lebih dekat dari urat lehernya. 

Sedikit rintangan hidup adalah hal biasa, seorang muslim memang harus melaluinya agar bisa menjadi kaum yang kuat menghadapi cobaan dan mampu mengatasi masalah hidup yang lebih besar lagi di masa akan datang. Allah tidak membutuhkan kaum yang lemah, allah membutuhkan kaum yang kuat dan tahan banting. Terkadang seseorang membutuhkan tantangan dalam hidupnya agar ia dapat menempa kemampuannya menghadapi dan melewati rintangan. Dan tentulah semua rintangan itu pasti sudah diukur dan disesuaikan dengan kemampuan, tidak mungkin melebihi batas kemampuan kita. Jenis rintangan itu juga beraneka ragam, sesuai kekuatan dan daya tahan orang tersebut. Jika seseorang mampu mengatasi persoalan itu lalu melewatinya dengan tabah dan tawakal dan bisa mengambil hikmah dari persoalan itu, insya allah itu akan menandakan bahwa orang itu adalah muslim yang kuat. Selalu ada hikmah yang terkandung dalam setiap persoalan dan masalah yang datang, di sini seorang muslim harus memiliki sikap tawadhu dan tawakal. Ya seperti itulah seharusnya cara pandang seorang muslim menghadapi persoalan hidup yang semakin berat ini, lihatlah dari sisi positif. Semua masalah pastilah ada jalan keluarnya, selama kita mau berserah dan berpasrah diri hanya kepadanya semua masalah dikembalikan, insya Allah akan dating pertolongan Allah entah dengan cara apa (itu rahasia-Nya).

1. Butuh waktu
Bisa juga persoalan itu membutuhkan proses waktu karena harus melibatkan banyak pihak didalamnya, sehingga setiap orang yang mengalami kesulitan hidup harus mau lebih bersabar dan kuat lagi. Harus banyak-banyak beristigfar selama proses memperbaiki diri, kalimat istigfar ini akan membantu proses pemulihan, karena banyak-banyak berserah diri dan mengakui kesalahan juga akan membutuhkan banyak energy yang mana ketika si pelaku diwajibkan mengambil keputusan berat pada akhirnya, maka tidak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali berpasrah diri.

2. Intropeksi diri
Kalimat ini mungkin sangat klise bagi banyak orang, tapi itu memang suatu bagian penting dari sebuah proses pembenahan diri. Hal pertama yang harus dilakukan ketika menghadapi persoalan hidup adalah intropeksi diri, jangan menganggap persoalan itu dating sendiri tanpa ada penyebab pelakunya. Jika persoalan itu dating kepada kita tentulah asal mula persoalan itu bermula dari kita. Mungkin saja selama ini kita hidup boros, senang hura-hura, berfoya-foya, suka berhutang sana sini, atau mungkin selama ini kita tidak pernah mengeluarkan zakat, tidak beribadah dengan baik dan lain sebagainya yang mengakibatkan kita jauh dari Allah. Jika demikian maka mulailah dengan bismillah mengakui kesalahan dan bertobat tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Berani mengakui kesalahan adalah salah satu bagian dari sikap muslim yang taat pada aturan Allah. Jangan langsung menghakimi orang lain sebagai penyebab, berkaca lebih dahulu dari diri sendiri.

3. Bangkit
Memahami inti persoalan dan menguraikannya satu persatu permasalahan yang datang. Buat daftar dan urutan persoalan, jangan langsung menyimpulkan. Mengetahui urutan peristiwa akan membuat kita lebih faham dna lebih tenang melihat persoalan serta mengetahui dimana letak kesalahan dan kekurangan dan kita akan bisa bangkita lagi dari kesusahan. Manusia adalah mahluk yang pandai dan bisa belajar dalam hal apapun, bahkan mereka bisa mengambil hikmah dan tauladan dari setiap peristiwa.

MENJADI MANUSIA AMANAH TIDAK MUDAH

Jangan lagi kita sibuk menghitung-hitung harta orang lain, karena sesungguhnya hal yang demikian adalah buruk. siapa tahu orang yang sedang bergelimang harta itu sedang dalam cobaan allah, yang mana manusia diberi kepercayaan memanggul harta dunia seberat gunung, mampukah ia menjadi manusia yang amanah dan tetap menjaga akidah atau bahkan melaksanakan janjinya di masa lalu untuk menjadi perpanjangan tangan Allah agar dia mau membantu sesama. Atau bisa juga, siapa tahu orang dengan kategori kaya raya itu telah melakukan serangkaian kejahatan yang mengakibatkan dia bisa mengambil keuntungan dari aktiivitasnya tersebut, walau pada akhirnya ia akan menerima pembalasan atas tindakannya tersebut. Atau bisa juga orang ini sedang mengalami suatu penderitaan atas sebuah penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan, meski allah terus-menerus melimpahkan banyak harta kepadanya, namun itu juga diiringi dengan serangkaian siksaan yang tidak ada habis-habisnya. Itu semua adalah bagian dari rencana allah atas beban tanggung jawab yang mampu dipikul setiap.

Ya itulah, jika kita merasa diri kita tidak bisa melakoni salah satu dari tiga contoh di atas, mampukah kita dititipkan banyaknya harta yang disertai juga dengan besarnya tanggung jawab atas harta tersebut baik di dunia maupun di akhirat. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan dunia itu maka itu akan berbanding lurus dengan kemampuan mempertanggung jawabkan amanah yang besar di hari akhir kelak. Jangan berpikir dalam setiap keindahan dan kesenangan dunia itu tidak ada pesan dan amanah yang harus ditanggung, sangat berat siksa allah bagi orang yang tidak bisa menjaga dan menjalankan amanah. Semakin besar jumlah uang yang dititipkan maka semakin besar nilai amanah yang harus di pikul. Semakin kecil jumlah uang yang dititipkan maka akan semakin kecil beban amanah yang harus ditanggung. Sebagaimana cara berpikir para nabi dan sahabat yang menolak menerima amanah harta dunia dalam jumlah besar, mereka memilih hidup sederhana dan cukup. Mereka memilih hidup dalam kategori berkecukupan, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Nilai yang cukup jauh lebih baik di sisi allah, karena disana ada rahmat dan kasih sayang-Nya. Allah senantias menjaga orang yang hidup berkecukupan ini dalam pengawasannya, karena jenis orang seperti ini jauh lebih mau di atur dibandingkan yang lain. Firman allah swt:


وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah SWT, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (QS Athaalaq [65]:3)

Ingat ya, yang dimaksud cukup di sini adalah allah hanya mau membantu orang yang mau hidup sedang-sedang saja, bukan yang berlebihan dalam hal materi. Cukup dalam arti disini adalah sebuah pola pikir yang mengedepankan mengharap ridho Allah swt. Ia tahu bahwa allah akan senantiasa memenuhi semua kebutuhannya seberapappun besarnya, ia tidak pernah merasa khawatir. Ia merasa cukup dengan yang dimiliki, selalu bersyukur dengan kecukupan yang ada dan tidak pernah mengharapkan kekayaan dunia tiba-tiba datang menimpa dirinya.

Anda tahu mengapa ada orang yang selalu berdoa ingin dimintakan banyaknya harta, meminta kekayaan harta dan disaat bersamaan allah tidak pernah benar-benar mewujudkan doanya tersebut. Dan pada kenyataannya ia justru kembali menjalani kehidupan serba berkecukupan. Bisa jadi, bagi allah sebuah kebaikan untuk umatnya tidak selalu diartikan kebaikan bagi umatnya itu. maksudnya allah tidak mau memberikan kekayaan pada dirinya karena jika ia menjadi orang kaya, maka orang itu akan membuatnya menjadi kufur nikmat, sombong, congkak, dan berlari melupakan allah. Maka baginya kehidupan yang cukup jauh lebih baik di sisi allah jika disbanding kan ia menjadi orang kaya.

Disamping itu ingatlah bahwa allah tidak akan selamanya membiarkan umatnya senantiasa dalam kesusahan, badai pasti berlalu, setelah ada kesempitan maka ada kelapangan sebagaimana
sabda Nabi saw:

"Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan."

Hal ini juga tercantum dalam firman-Nya :

"Allah akan menjadikan kemudahan setelah kesulitan" (QS. Ath-Tholaq : 7)

Dan firman-Nya :

"Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan dan sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan" (QS. Asy-Syarhu : 5-6)

Berikut sebuah berita baik bagi orang-orang yang mau menerima ketentuan allah dan dengan iklas mau menjalani hidup sebagai orang yang berkecukupan. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhumaa dari Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM, beliau bersabda:
هَلْ تَدْرُونَ أَوَّلَ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ
“Tahukah kalian diantara makhluk Allah yang paling pertama masuk surga?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.”
Beliau bersabda:
أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ الْفُقَرَاءُ
“Diantara makhluk Allah yang paling pertama kali masuk surga adalah golongan orang-orang fakir.